Rabu, 28 Oktober 2009

SAHABAT

Sahabat memang sebuah kata yang sangat berarti bagiku. Hidup ini akan terasa lebih indah andaikan ada sahabat disisiku. Aku sangat mengharapkan ada sahabat yang selalu menemani hari-hariku. Dalam pikiranku ini hanya sahabat, sahabat dan sahabat!

Aku memang anak yang sangat cinta dalam persahabatan. Setiap detik, menit, dan setiap waktu hanya persahabatan yang aku inginkan. Mencari sahabat memang mudah, tetapi mencari sahabat yang dekat itu sulit. Pengorbananku sudah banyak untuk mencari sahabat yang dekat, namun sekian lama belum juga aku temukan.

Sampai sekarang, aku yang sudah menginjak bangku sma kelas-3, belum satupun ada sahabat terbaik yang menemaniku. Sekolah SMA merupakan masa yang sangat mudah mencari persahabatn. Banyak anak yang bisa kujadikan sahabat, tetapi mungkin dunia berkata tidak. Begitu lamanya disini, hanya kekecewaan yang kudapatkan.

Saat aku pulang dari sekolah, aku ketemu dengan orang yang kuharapkan menjadi sahabat dekatku. Dia bernama Yanti. “Nama yang bagus” kata hatiku. Aku lihat dia dengan senyuman yang manis, tetapi tak ada balasan senyuman. “Yanti, Yanti…..!!!” panggil aku. Dia juga tidak melihatku, apalagi menjawab panggilanku. Aku berfikir, mungkin dia tidak mendengar. Tapi dengan hati yang sedih, apa dia memang tidak menyukai aku, apa dia juga tidak mau bersahabat denganku. Apa salahku ya Tuhan….!

Panas matahari yang semakin membuat tubuhku mengeluarkan keringat, sehingga pakaian menjadi basah. Aku menyadari mungkin dia tidak mendengar teriakanku. Hatiku semakin sedih dan merasa geram. Kuayuhkan sepeda dengan cepatnya, menjauhi dia sampai tidak terlihat lagi batang hidungnya. Akupun melupakan dia. Sesampainya dirumah, kuletakkan sepedaku, lalu kelepaskan pakaianku dan mengganti dengan pakaian kurang begitu bagus. Aku merenungi apa yang terjadi dengan diriku.” Irvan, Irvan…..!” Panggil Adi.

Aku terkaget dengan suara yang begitu menggelegar. Aku keluar dari kamar lalu segera menemuinya. “Kenapa Matamu merah?” Tanya Adi. “Tidak apa-apa”. jawabku. “Kamu tidak usah bohong, kalau Kamu mempunyai masalah ceritakan saja padaku, mungkin aku bisa membantu”. Ujarnya. Aku menceritakan semua yang terjadi pada diriku. Dia menyarankan agar aku berubah. Mungkin kelakuanku yang tidak baik sehingga banyak orang yang tidak mau bersahabat denganku. Kami berdua saling berbagi cerita. Akhirnya dia pulang. Akupun masuk ke kamar kembali.

Aku ambil handphone dimeja, lalu aku sms seorang anak yang kuanggap sebagai sahabat. Dia adalah Evi. Dia anak yang baik ada, cantik, dan mempunyai kepribadian yang menarik. Aku sangat berharap bisa dekat sama dia. Aku membayangkan jika aku bisa dekat sama dia aku akan menjaganya, dan selalu menganggap sebagai sahabat yang terbaik. Aku tunggu balasan dari dia tetapi tak ada satu pesan pun yang masuk. Aku telepon dia tetapi tidak diangkat juga. Apa kurangku sehingga orang yang kuanggap sahabat selalu tidak mempedulikan aku. Aku tak bisa mengerti semua ini. Begitu banyak pengorbanan yang kulakukan untuk sahabat-sahabatku, tapi lagi-lagi mereka menjauhiku. Kesedihan yang sudah sirna kembali menghampiriku. “Irvan, kenapa kamu kelihatn sedih,” tanya Indra padaku. “Tidak apa-apa ndra,” jawabku. Aku mencoba tersenyum. Senyuman yang sungguh lirih jika kumaknai. “Irvan, tau tidak? tadi aku ketemu sama Evi,” ujar Indra malu-malu. Dia pasti ingin bercerita tentang laki-laki yang dia sukai. Aku tak begitu berharap banyak padanya untuk menjadi sahabatku. Kurasa semua sama. Tak ada yang setia. Kadang aku merasa hanya dimanfaatkan oleh sahabat-sahabatku itu. Kala dibutuhkan, aku didekati. Begitu masalah mereka selesai, aku dicampakkan kembali. “Indra, kenapa ya, Lara malah jadi jauh sama aku. Padahal aku dekat banget sama dia. Dia yamg dulu paling mengerti aku, Sahabat aku,” Indra curhat padaku tentang Lara yang begitu dekat dengannya, dulu. Sekarang ia lebih sering cerita padaku. Entah mengapa mereka jadi menjauh begitu. “Ya, Ndra. Jangan merasa sendirian!” balasku tersenyum. Aku menerawang,” Kalau kamu sadar, Ndra, Allah akan selalu bersama kita”. Kita tidak pernah sendirian. Dia selalu menemani kita. Kalau kita masih merasa sendiri juga, berarti jelas kita tidak ingat Dia,” kata-kata itu begitu saja mengalir dari bibirku.

Sesaat aku tersadar. Kata-kata itu juga tepat untukku. Ya, Allah, maafkanku selama ini melupakanmu. Padahal Dia selalu bersamaku. Tetapi aku masih sering merasa sendiri. Sedangkan Allah setia bersama kita sepanjang waktu. Bodohnya aku. Aku Tidak pernah hidup sendiri. Ada Allah yang selalu menemaniku. Dan seharusnya aku sadar, dua malaikat bahkan selalu di sisiku. Tak pernah absen menjagaku. Kenapa selama ini aku tidak menyadarinya? Dia akan selalu mendengarkan ‘curhatanku’. Dijamin aman. Malah mendapat solusi. . Selama ini Dia yang selalu menemani aku, mendengarkan curhatan aku,. Dan kamu bisa mengingatkan aku kepada-Nya. Kamu sahabat aku.

Kenapa sekarang aku baru sadar, akhirnya setelah aku sadar bahwa aku tidak pernah sendiri dan selalu aku ingat pada-Nya. Tak perlu aku mengatakan ingin menjadi sahabat pada seseorang, bahkan orang lain yang membutuhkan kita sebagai sahabatnya. Kita hanya perlu berbuat baik pada siapapun, dan yang terpenting kita tidak boleh melupakan Allah. Aku berharap Evi, Yanti dan siapapun akan menjadi sahabat terbaiku.. Amin

0 komentar: